BISNIS.RAGAMUTAMA.COM – Industri semen nasional tengah menghadapi tantangan serius dalam hal peningkatan kapasitas produksi. Meskipun pemerintah mencanangkan program pembangunan tiga juta rumah, pelaku industri menyebut kontribusinya terhadap peningkatan konsumsi semen belum cukup signifikan.
Untuk itu, Asosiasi Semen Indonesia (ASI) menyoroti pentingnya kesinambungan proyek-proyek infrastruktur sebagai motor utama permintaan pasar.
Sekretaris Jenderal ASI, Ari Wirawan, mengungkapkan bahwa proyek perumahan tiga juta unit hanya akan mendorong tambahan konsumsi sekitar 2,55 juta ton semen setiap tahunnya. Jika dibandingkan dengan kapasitas terpasang industri yang saat ini mencapai hampir 120 juta ton, kontribusi tersebut dinilai masih minim.
“Kami berterima kasih atas program tiga juta rumah yang diluncurkan pemerintah, tetapi kami masih berharap pembangunan infrastruktur tetap dilanjutkan,” ujar Ari kepada Katadata.co.id, Jumat (21/3).
Dari sisi utilitas pabrik, dampaknya pun tidak terlalu besar. Penjualan semen nasional diperkirakan hanya tumbuh 3% menjadi 69,79 juta ton tahun ini, sehingga tingkat utilisasi produksi naik tipis dari 56,51% menjadi 58,2%.
Salah satu kendala utama yang dihadapi industri adalah daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih. Harga semen pun sulit untuk naik karena persaingan dan stagnasi permintaan. Di sisi lain, pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk memangkas jumlah Proyek Strategis Nasional (PSN) dari 244 menjadi hanya 77 proyek, yang berdampak langsung terhadap permintaan material bangunan seperti semen.
Ari menegaskan bahwa pembangunan infrastruktur berskala besar tetap diperlukan agar kapasitas industri tidak menganggur terlalu lama.
“Kami berharap proyek-proyek infrastruktur pemerintah tetap ditingkatkan di tengah melemahnya daya beli masyarakat,” katanya.
Karena pasar dalam negeri belum cukup kuat untuk menyerap seluruh produksi, para pelaku industri pun melirik ekspor sebagai alternatif. Namun, ekspansi ke luar negeri bukannya tanpa hambatan.
Pasar Asia Tenggara sendiri sedang mengalami kelebihan pasokan semen, mirip dengan kondisi Indonesia. Sebagai strategi, pelaku industri lebih banyak mengekspor produk klinker—komponen utama pembuatan semen—ke negara-negara seperti Bangladesh, Taiwan, dan Australia.
Data ASI mencatat bahwa total ekspor tahun lalu meningkat 10,1% menjadi 11,9 juta ton. Namun, angka tersebut ditopang oleh ekspor klinker yang naik 14,6%, sementara ekspor semen justru turun 22,8%.
“Kondisi ekspor juga menghadapi tantangan berat, terutama jika beberapa negara tujuan ekspor mulai menerapkan aturan terkait tarif karbon,” ujar Ari.
Melihat tren permintaan yang belum stabil, ASI berharap pemerintah dapat meninjau kembali arah kebijakan pembangunan, terutama yang berkaitan dengan proyek-proyek jangka panjang yang menyerap banyak semen.
Pasalnya, tanpa intervensi dan dukungan kebijakan yang jelas, industri berisiko terjebak dalam kondisi kelebihan kapasitas yang berkepanjangan.