BISNIS.RAGAMUTAMA.COM – Pemerintah Indonesia tengah memfinalisasi respons terhadap kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Kebijakan tersebut dinilai dapat berdampak signifikan terhadap sektor perdagangan dan industri nasional.
Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza menyampaikan bahwa pemerintah telah menggelar rapat koordinasi pada Kamis pagi, 3 April 2025, yang melibatkan sejumlah kementerian strategis. Agenda ini merupakan tindak lanjut dari pengumuman tarif tinggi yang diberlakukan AS kepada sejumlah negara mitra, termasuk Indonesia.
“Minggu ini akan dilakukan finalisasi dari sinkronisasi kebijakan pemerintah sebagai kelanjutan dari pengumuman kenaikan tarif resiprokal oleh Presiden Trump,” kata Faisol dalam keterangannya.
Sebelumnya, pemerintah dijadwalkan menggelar konferensi pers pada pukul 11.00 WIB hari ini untuk menyampaikan sikap resmi terhadap kebijakan tarif tersebut. Namun, agenda tersebut ditunda hingga waktu yang belum ditentukan, karena kompleksitas isu yang dibahas.
“Kebijakan tarif resiprokal sangat teknis dan melibatkan banyak komoditas, sehingga masih memerlukan pembahasan komprehensif di masing-masing kementerian dan lembaga,” bunyi keterangan resmi dari panitia penyelenggara.
Adapun kementerian yang terlibat dalam pembahasan ini antara lain Kemenko Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kemenlu, Kemendag, dan Kemenperin.
Melalui situs resminya, Gedung Putih menyampaikan bahwa tarif resiprokal diberlakukan sebagai bentuk balasan terhadap kebijakan tarif dan hambatan nontarif yang dinilai merugikan perusahaan-perusahaan Amerika.
Beberapa kebijakan Indonesia yang disorot oleh pemerintahan Trump antara lain:
-
Tarif tinggi terhadap etanol, yaitu 30% dari Indonesia dibandingkan hanya 2,5% dari AS.
-
Kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang mewajibkan penggunaan konten lokal pada berbagai sektor industri.
-
Aturan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) yang mengharuskan perusahaan menempatkan pendapatan ekspor ke bank dalam negeri untuk transaksi di atas US$250.000.
Menurut AS, kebijakan-kebijakan tersebut membatasi akses perusahaan Amerika ke pasar global dan menciptakan ketidakseimbangan perdagangan.
Ekonom Bank Danamon, Hosianna Evalia Situmorang, menilai bahwa kebijakan tarif Trump terhadap Indonesia merupakan respons terhadap ketimpangan tarif dan hambatan nontarif yang selama ini diberlakukan oleh Indonesia.
“Iya, itu yang jadi perhatian utama dari pihak Trump,” ujar Hosianna saat dikonfirmasi.
Presiden Trump sendiri diketahui telah menetapkan tarif baru sebesar 32% terhadap produk asal Indonesia, yang dianggap sebagai langkah untuk melindungi industri domestik AS dari persaingan tidak seimbang.