BISNIS.RAGAMUTAMA.COM – Airbnb telah menjelma menjadi salah satu platform akomodasi terbesar di dunia, hadir di lebih dari 220 negara dan wilayah, serta mencakup lebih dari 100 ribu kota. Meski bermula di Amerika Serikat, perusahaan kini mencatat bahwa 58% dari pendapatannya pada akhir 2024 berasal dari luar negeri.
Namun, ekspansi global ini tidak datang tanpa tantangan.
Airbnb menyadari bahwa memperluas operasional internasional dapat mendongkrak pendapatan. Tetapi mereka juga berhati-hati. Pengelolaan bisnis secara global mahal dan kompleks, melibatkan berbagai regulasi pajak, hukum, serta risiko operasional yang harus dikontrol secara ketat.
Dalam laporan tahunan 2024, Airbnb menekankan bahwa pertumbuhan masa depan sangat bergantung pada peningkatan jumlah pengguna dan penawaran akomodasi di platform, serta pengembangan produk dan layanan baru. Namun, semua ini juga sangat dipengaruhi oleh situasi ekonomi global, tren wisata, hingga regulasi perumahan jangka pendek dan panjang.
Uniknya, keberhasilan Airbnb justru banyak bergantung pada pemilik rumah (host), yang menawarkan akomodasi mereka. Agar tetap kompetitif, Airbnb mendorong para host untuk:
-
Menyediakan pengalaman yang menyenangkan,
-
Menetapkan harga yang masuk akal,
-
Memberikan respons cepat terhadap permintaan pelanggan,
-
Menjaga kualitas layanan.
Namun, perusahaan juga mengakui bahwa hal-hal tersebut berada di luar kendali langsung mereka. Jika tuan rumah tidak memenuhi harapan atau berpindah ke platform lain, maka bisnis Airbnb bisa terkena dampaknya.
Selain itu, faktor eksternal seperti pandemi, konflik geopolitik, perubahan iklim, dan perlambatan ekonomi juga dapat memengaruhi performa.
Untuk terus berkembang, Airbnb juga berinvestasi besar dalam teknologi, infrastruktur, dan pelatihan SDM. Di wilayah non-Inggris seperti Asia atau Amerika Latin, hambatan bahasa dan budaya seringkali menjadi tantangan tersendiri, terutama jika harus bekerja dengan penyedia layanan pihak ketiga.
Persaingan juga semakin ketat. Jika Google atau Apple lebih memprioritaskan produk mereka sendiri di hasil pencarian atau sistem operasi, Airbnb bisa kehilangan lalu lintas. Apalagi, banyak pengguna kini membandingkan harga di berbagai situs sebelum memesan.
Airbnb juga menyadari bahwa insiden yang melibatkan tuan rumah atau tamu, seperti pelanggaran aturan atau masalah keamanan, bisa mencoreng reputasi platform secara keseluruhan. Maka, kontrol kualitas dan komunikasi publik menjadi sangat penting.
Airbnb baru mulai mencetak keuntungan pada 2022, setelah sempat mengalami kerugian besar selama pandemi, terutama pada 2020 dengan defisit hampir $4,6 miliar.
Namun, pada 2024, pendapatan mereka tumbuh 12% menjadi $11,1 miliar, berkat peningkatan jumlah pemesanan malam yang naik 10%. Pendapatan terbesar berasal dari:
-
Amerika Utara (45%) – $5 miliar (naik 8%)
-
EMEA (Eropa, Timur Tengah, Afrika) (37%) – $4,1 miliar (naik 14%)
-
Asia Pasifik & Amerika Latin (masing-masing 9%) – $969 juta & $992 juta (naik 18%)
Dengan harga rata-rata per malam yang lebih tinggi, laba kotor juga naik 12% menjadi $8,5 miliar.
Namun, biaya pemasaran naik 22% menjadi $2,1 miliar, dan biaya pengembangan produk naik 19% menjadi $2,1 miliar. Pajak federal yang harus dibayarkan juga membuat laba bersih 2024 turun 45% menjadi $2,6 miliar, meski EBITDA yang disesuaikan naik 11% ke $4 miliar.
Airbnb juga merupakan perusahaan dengan kepemilikan mayoritas oleh lembaga keuangan dan investor besar. Menurut Nasdaq, 76,47% dari 433 juta saham yang beredar dimiliki oleh institusi.
Meski banyak tantangan menghadang, Airbnb tetap optimis dengan pendekatan strategis yang mereka lakukan: memperkuat teknologi, memperluas cakupan global, dan menjaga reputasi merek di tengah persaingan yang ketat.